DEMOKRASI DAN PEMERINTAHAN LOKAL SERTA KRITIKNYA DI INDONESIA
Oleh:
Hilal Hilmawan, S.IP
Ketua
SAPMA PP Indramayu
A. DEMOKRASI DAN
PEMERINTAHAN LOKAL
Pada artikel ini
akan dibahas tentang demokrasi dan pemerintahan darah serta kritiknya di
Indonesia. Dalam hal ini, menurut jhon
stuart mill bahwa untuk memperkuat pemerintah lokal, tidak hanya
bertumpu pada masalah yang harus diatasi,
tetapi juga harus dengan meningkatkan kualitas demokrasi. Salah satu cara yang
dapat dilakukan yakni dengan melibatkan
warga dalam proses pemerintahan. Pemerintah Daerah bukan hanya soal memberikan pelayanan
kepada masyarakat, tetapi pengembangan partisipasi masyarakat tidak hanya dalam
pemilu atau melalui keanggotaan dewan, tetapi melalui keterlibatan aktif warga.
Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan
kontrol signifikan atas keputusan pada skala yang lebih kecil dari hal-hal
penting dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Hak
masyarakat lokal untuk mengatur urusan mereka sendiri karena itu hak
konstitusional. Pemerintah daerah tidak dilihat sebagai diciptakan semata-mata
untuk mengamankan penyediaan serangkaian layanan, tetapi sebagai lembaga
politik melalui mana masyarakat mengatur diri mereka sendiri.
Kekuatan itu berarti bahwa pihak berwenang setempat
sebagai komunitas yang mengatur diri mereka memiliki hak untuk mengambil
tindakan atas nama komunitas mereka kecuali itu dilarang oleh hukum.
Dalam hal ini, Kesejahteraan
penduduknya dan menghadapi masalah-masalah apapun yang mungkin timbul di
masyarakat setempat dapat diselesaikan langsung oleh
pemerintah lokal. Hal ini mendorong
warga untuk melihat dalam otoritas lokal tidak satu lembaga antara banyak
melaksanakan tugas-tugas administratif, tetapi manifestasi perusahaan dari
masyarakat setempat (lokal collectivite) yang merupakan resor pertama dalam
kasus kesulitan lokal. Dengan demikian,
pemerintah daerah harus duberikan peran
yang lebih luas dengan memberikan mereka kebebasan yang lebih besar untuk merespon
kebutuhan lokal.
Otoritas lokal sekarang memiliki tiga peran penting
diantaranya adalah; pertama, regulator; kedua, Peran layanan. pemerintah daerah mengatur pengiriman berbagai layanan,
apakah pelayanan individu yang disampaikan secara langsung atau melalui proses
yang kompetitif; dan ketiga peran
regenerator. Pemerintah daerah memiliki peran untuk
bekerja lebih dan lebih dengan instansi lain, dengan sektor swasta, dengan
organisasi seperti pelatihan dan dewan perusahaan, ruang masyarakat untuk
mengatasi masalah-masalah tertentu.
Masalah
utama dari demokrasi lokal adalah konsepsi dilemahkan demokrasi perwakilan,
dimana tidak ada tempat untuk itu demokrasi partisipatif yang
merupakan potensi kekuatan demokrasi lokal. Demokrasi perwakilan di pemerintah
daerah dipandang terlalu sering tidak hanya sebagai tergantung pada pemilihan
lokal, tetapi sebagai terdiri dari pemilihan lokal dan sedikit lebih.
Dalam hal ini, Pendekatan seperti itu
memungkinkan karena itu sedikit tempat bagi warga selain keterlibatan mereka
dalam pemilu. demokrasi
partisipatoris sering dianggap sebagai lawan demokrasi perwakilan.
Demokrasi partisipatif, yang melibatkan warga dalam
proses pemerintahan lokal, dapat mengambil banyak bentuk yang jauh dari
menantang demokrasi perwakilan. Partisipasi warga juga mungkin memerlukan demokrasi
perwakilan. Warga tidak berbicara dengan satu suara. Mereka menempatkan
tuntutan yang berbeda dan sering bertentangan. Seperti pendekatan untuk partisipasi publik mencerminkan
proses aktif representasi sebagai apposed ke tindakan pasif menjadi perwakilan.
B. POTRET DEMOKRASI DAN
PEMERINTAHAN LOKAL DI INDONESIA
Saya melihat
bahwa sejak runtuhnya Orde Baru dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka
Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang lebih demokratis. Salah
satu kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian
Batangtubuhnya) yang berkaitan dengan
kelembagaan negara, khususnya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan
aspek sifat hubungan antar lembaga-lembaga negaranya. Dalam masa reformasi
terjadi banyak perubahan diantaranya adalah: Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai ruang publik
untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Dengan demikian, prinsip-prinsip demokrasi sudah mulai diterapkan di Indonesia memiliki
implikasi dari sebuah Kebijakan lewat sebuah peraturan perundang-undangan
membawa sebuah perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut saya
berkembangnya demokrasi memiliki dampak positif dan negatif di Indonesia, serta
memiliki hubungan yang erat dengan penguatan peran pemerintah lokal di
Indonesia. salah satu dampak negatifnya
terjadinya kerusuhan-kerusuhan dibeberapa daerah di Indonesia Misalnya; Pertama, terjadinya kerusuhan di Aceh; Kedua, kerusuhan dan pertentangan di
Timor Leste; dan Ketiga, konflik di
Ambon dan Maluku. adanya konfliks kekerasan di Indonesia
bukanlah hal yang baru dalam episode sejarah nasional. Dinamika konflik
kekerasan atas nama agama,
kepentingan etnis dan kelompok di berbagai pelosok negeri selalu
mengiringi perjalan bangsa ini. Selain itu, dengan digunakannya prinsip
demokrasi hal ini justru semakin memperkuat peran pemerintahan lokal. Hal ini
didukung dengan dikeluarkannya beberapa kebijakan yang semakin memperkuat
pemerintah daerah. Beberapa kebijakan tersebut diantaranya: ditetapkannya uu no.22 tahun 1999 tentang pemerintahan
daerah dan uu no.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta uu no.2 tahun 1999 tentang partai politik, uu
no.3 tahun 1999 tentang pemilihan umum, uu no.4 tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan MPR,DPR,DPRD. Oleh karena itu, demokratisasi di Indonesia memiliki
dampak positif dan dampak negatif dalam penguatan peran pemerintah lokal di
Indonesia.
Kritik
saya bahwa Proses demokratisasi yang bertumpu pada otonomi daerah ternyata
tidak selalu berjalan mulus dan menyisakan sejumlah persoalan-persoalan baru.
Selain munculnya raja-raja kecil di daerah, proliferasi korupsi di daerah,
perebutan sumber daya, sentimen putra daerah dan non putra daerah dalam kontelasi
politik lokal, muncul berbagai organisasi masa (ormas) yang mengusung sentimen
identitas lokal. Hal ini sempat menyulut konfliks kekerasan di banyak daerah
yang disebabkan oleh tokoh etnis lokal yang bersaing memperebutkan kekuasaan
politik dan akses terhadap sumber daya materil. Selain itu, Dalam konteks di Indonesia, muncul manuver
elit untuk memanipulasi identitas kultural adalah gerakan pemekaran daerah yang
marak dilakukan sejak lahirnya Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Elit politik lokal, birokrat lokal dan pengusaha lokal
memainkan peran penting dalam mengolah emosi masa untuk menciptakan kesadaran
kolektif mengenai urgensi dari pembentukan wilayah adminsitratif baru di
daerah kelahiran mereka sejak kurun waktu 1999 hingga 2004.